Muka pertama
Tak ada yang dapat mengalihkanku dari layar laptop yang aku tatap, kecuali sebuah sapaan canggung dari suara asing.
"Hai, Sandrina."
Tahu namaku dipanggil, aku menoleh ke asal suara. Seorang lelaki berkacamata dengan rambut acak-acakan sudah duduk di sampingku. Mungkin sudah lama. Tetapi tak aku pedulikan sedari tadi.
"Kamu... kamu sudah ngerjain tugas fisika, nggak?" lanjutnya.
Aku kembali menoleh ke layar laptopku, melanjutkan pekerjaanku, dan menjawab, "Belum. Kenapa emang?"
Lelaki itu, Jeremy, terdiam sesaat. Kemudian dia berkata, "Oh, hmm, mungkin kamu berminat buat membantuku mengerjakannya? Aku kesulitan di beberapa soal."
Dengan tatapan masih di depan layar laptop, aku menjawab, "Boleh, kok. Kapan?"
Jeremy langsung terlihat antusias. "Sore ini di rumahku. Mau, nggak?"
"Oke." jawabku cepat dan singkat.
"Oh, oke. Terima kasih, Sandrina!"
Aku hanya mengangguk tanpa bersuara. Suasana di antara kami hening. Jeremy masih terlihat canggung. Lalu, dia kembali membuka obrolan, "Kamu lagi ngapain?"
"Aku lagi nulis. Jangan ganggu, deh."
Mendengar jawabanku, kami pun benar-benar hening. Sampai aku tidak merasakan lagi kehadirannya di sampingku.
***
Muka Kedua
Jeremy? Sudah pergikah dia?
Aku melihat sekelilingku dengan gelisah. Di perpustakaan ini, kini hanya ada aku serta beberapa murid dari kelas lain yang sibuk dengan laptop mereka masing-masing.
Aku pun mendesah dengan rasa sesal. Dengan orang yang aku sukai, mengapa aku bersikap seperti itu?
Pondok Betung, 1 Februari 2015
Tak ada yang dapat mengalihkanku dari layar laptop yang aku tatap, kecuali sebuah sapaan canggung dari suara asing.
"Hai, Sandrina."
Tahu namaku dipanggil, aku menoleh ke asal suara. Seorang lelaki berkacamata dengan rambut acak-acakan sudah duduk di sampingku. Mungkin sudah lama. Tetapi tak aku pedulikan sedari tadi.
"Kamu... kamu sudah ngerjain tugas fisika, nggak?" lanjutnya.
Aku kembali menoleh ke layar laptopku, melanjutkan pekerjaanku, dan menjawab, "Belum. Kenapa emang?"
Lelaki itu, Jeremy, terdiam sesaat. Kemudian dia berkata, "Oh, hmm, mungkin kamu berminat buat membantuku mengerjakannya? Aku kesulitan di beberapa soal."
Dengan tatapan masih di depan layar laptop, aku menjawab, "Boleh, kok. Kapan?"
Jeremy langsung terlihat antusias. "Sore ini di rumahku. Mau, nggak?"
"Oke." jawabku cepat dan singkat.
"Oh, oke. Terima kasih, Sandrina!"
Aku hanya mengangguk tanpa bersuara. Suasana di antara kami hening. Jeremy masih terlihat canggung. Lalu, dia kembali membuka obrolan, "Kamu lagi ngapain?"
"Aku lagi nulis. Jangan ganggu, deh."
Mendengar jawabanku, kami pun benar-benar hening. Sampai aku tidak merasakan lagi kehadirannya di sampingku.
***
Muka Kedua
Jeremy? Sudah pergikah dia?
Aku melihat sekelilingku dengan gelisah. Di perpustakaan ini, kini hanya ada aku serta beberapa murid dari kelas lain yang sibuk dengan laptop mereka masing-masing.
Aku pun mendesah dengan rasa sesal. Dengan orang yang aku sukai, mengapa aku bersikap seperti itu?
Pondok Betung, 1 Februari 2015
No comments:
Post a Comment