Di bawah langit berpolusi cahaya, kita mengucap janji temu.
Kau tahu, di kota ini ada berjuta penduduk yang berlalu lalang di jalan dengan problematika kehidupannya masing-masing. Kebisingan bunyi kendaraan pun tak terelakan. Kota ini tak pernah mati, kata orang-orang. Namun, kau tahu sebuah tempat yang nyaman untukku. Tempat yang tepat untuk menyendiri. Karena kau tahu bahwa aku senang berkencan dengan kesendirianku.
“Jika “sendiri” itu hadir dalam sosok manusia, mungkin kau akan menikahinya.” candamu dalam sebuah pesan singkat yang terkirim untukku.
Di bawah langit berpolusi cahaya, aku berjalan gugup ke tempat yang kau janjikan.
Kau tahu, selama ini sebagian percakapan kita tersalurkan lewat dunia maya. Kita memang pernah bertemu dan berkumpul dalam sebuah kelompok, membaur dengan orang lain. Tetapi, percakapan kau dan aku hanya sebatas sapa. Sedikit bercanda. Sedikit bercerita. Lalu kau lebih asyik dengan orang lain. Dan aku lebih asyik membaca buku sendiri.
Aku memang sudah terbiasa menjadi orang yang diabaikan. Orang-orang begitu. Kecuali kamu. Entah apa yang ada di pikiranmu sehingga pada suatu saat kau mengajakku larut dalam kesibukanmu. Saat itulah kau mampu mengeluarkan salah satu sisi humorisku. Kau buat aku berbicara. Kau buat aku berbagi cerita. Tetapi hanya sampai waktu sibukmu.