Wednesday 20 April 2016

Berbeda

Aku sedang mengerjakan sebuah soal termodinamika dari dosen Fisikaku ketika tiba-tiba sekelebat bayangan muncul di pikiranku. Bayangan itu mampu mengalihkan fokusku dari belajar. Mungkin aku belum berdoa sebelumnya sehingga setan dengan mudah menggodaku untuk memikirkan hal lain selain hukum-hukum termodinamika.

Mataku teralihkan ke layar HP yang terletak tepat di samping peralatan tulisku.

"I wonder what she is doing right now..." gumamku.

Dalam hitungan detik, HP-ku sudah tersambung dengan dunia maya. Aku langsung browsing ke beberapa sosial media seperti Facebook, Twitter, Path, dan Tumblr. Tidak lain hanya untuk mengunjungi sebuah akun yang dimiliki oleh pemilik yang sama: seorang mahasiswi Teknik Mesin bernama Miftarini Mustikasari.

Uti, begitu aku memanggilnya. Dia tidak suka dengan panggilan itu. Katanya terlalu kekanak-kanakan. Dia lebih ingin dipanggil Rini, seperti teman-teman lainnya memanggilnya. Tetapi aku bersikeras dengan nama panggilan itu sampai akhirnya dia menerimanya. Sehingga ketika ada orang yang memanggilnya Uti, it must be me!

Mengenai jurusan yang dia pilih dalam perkuliahannya, aku benar-benar tidak menyangka. Waktu kelas 12 dulu ketika kami disuruh mengisi kuesioner mengenai jurusan dan universitas yang kami incar, aku iseng mengintip apa yang ditulis oleh Uti. Dari kepribadian dan minatnya, aku mengira dia akan masuk jurusan Biologi, atau Farmasi, atau Kedokteran, atau mungkin Psikologi.

"Uti, serius kamu ngincar Teknik Mesin??" aku langsung bertanya spontan setelah mengintip kuesionernya.

Pertanyaanku yang tiba-tiba langsung mengalihkan perhatian teman-teman sekelas kami dari kuesionernya masing-masing. Ekspresi mereka pun tidak berbeda denganku.

Menjadi pusat perhatian, Uti hanya menjawab dengan ekspresi santai, "Iya, Iz. Kenapa? Merasa tersaingi?"

Ya iyalah, jawabku dalam hati, kita mengincar jurusan dan universitas negeri yang sama sementara nilai rapotmu lebih tinggi dari punyaku sehingga kemungkinan kamu-keterima-SNMPTN-dan-aku-tersisih lebih besar.

Tapi jawaban itu aku simpan dalam hati. Sebagai gantinya, aku menjawab, "Nggak, kok, Ti. Nggak nyangka aja cewek yang keibu-ibuan kayak kamu milihnya jurusan laki, hehehe...."

"Iya, Rin. Setuju sama Faiz. Kok bisa cewek kayak kamu ngincar jurusan itu?" Aldi, seorang teman sekelasku, mendukung pernyataanku.

"Lho? Emang salah, ya? Kalo emang sesuai minat bakat gimana?? Ya, kan, Bu?" Uti mencari dukungan dengan bertanya pada Bu Lisna, wali kelas kami yang dari tadi hanya tersenyum memperhatikan kami.

Bu Lisna hanya berkata, "Fokus ke kuesioner kalian masing-masing!"

Kejadian itu sudah enam bulan yang lalu. Uti tetap memilih jurusan dan universitas yang sama dengan pilihanku di SNMPTN. Namun pada akhirnya ternyata akulah yang diterima lewat jalur itu. Sedangkan Uti berjuang lagi di SBMPTN. Tetap mengincar jurusan yang sama di pilihan pertama sampai ketiga, tetapi dia hanya diterima di pilihan ketiga, jurusan teknik Mesin di sebuah universitas di kota Palembang.

Dan pilihannya itulah yang membuat kami terpisah pulau.

Aku menyeruput kopi panas yang tadi aku buat sebagai teman belajar, selain untuk melawan hawa dingin kota Bandung. Sementara pikiranku masih terkunci pada Uti. Aku tak menyangka bahwa aku akan merasakan sebuah kehilangan yang dalam. Padahal awalnya aku tidak ingin sekelas lagi dengan Uti. Hanya karena aku tidak bisa merebut predikat juara kelasnya itu.

Sudah 23 hari aku tidak melakukan kontak dengan Uti. Terakhir saat aku mengomentari status Facebook-nya mengenai nasi goreng depan kost-nya. Kemudian, kami larut dalam kesibukan kami masing-masing sebagai mahasiswa baru.

Apakah Uti juga merasakan kehilangan yang sama? Aku membatin.

Aku benar-benar merindukannya!

Jariku kini mencari sebuah nama yang berada di daftar kontak HP-ku. Di sana ada nama Uti beserta nomor teleponnya. Aku hampir menekan tombol "Call" sebelum aku mencermati deretan angka yang tertera di sana.

Aku terhenyak.

Kami berbeda operator seluler.

Pulsaku pasti masih akan terpakai untuk menghubungi temanku ketika aku nyasar di kampus.

Ini masih pertengahan bulan.

Aku anak kost!

Akhirnya aku mengurungkan niatku untuk menghubunginya dan kembali menekuni termodinamika.




Pondok Betung, di suatu siang pada Agustus 2014

-melonsauce-

No comments:

Post a Comment