Kembali, dia merasakan sesuatu yang aneh menggerayangi hatinya. Itu membuatnya terpanggil untuk duduk berhadapan dengan meja tulisnya. Padahal malam sudah memanggilnya untuk berselimut nyaman di atas tempat tidur. Tetapi perasaan aneh itu memenangkan duel dengan rasa kantuknya.
Selembar kertas binder bergambar hati terpampang di hadapannya, siap untuk ditulis.
“Putri, apakah besok adalah waktu yang tepat buat mengungkapkan perasaanku?” dia berbicara sendiri sambil terus memandang kertas kosong di depannya.
Percuma saja dia berkata begitu. Tak ada yang menjawab. Mungkin cicak dan nyamuk yang berhadir di kamarnya waktu itu lebih memilih untuk bermain bersama daripada mendengarkannya. Sedangkan di sekitarnya hanya ada benda-benda mati.